Kajian Tafsir Taisir Karimirrahman As-Sa’di : Surat Al-Baqarah Ayat 270-272
Narasumber : Buya Faisal Abdurrahman, Lc. MA
(Ketua LAZIZ YDI Padang, Alumnus LIPIA Jakarta)
Selasa, 30 Juli 2019 M | 27 Dzul Qa’dah 1440 H, 19.00 WIB (Ba’da Maghrib) s.d Selesai
Masjid Al-Hakim, Jl. Gajah Mada Gg. BPKP II Nanggalo, Kota Padang
Tafsir ayat 270 :
Ayat yang mulia ini menjelaskan kepada kita tentang persoalan infak, nafkah, dimana Allah Taala, dzat yang maha mulia dialah yang telah memberikan kita rezki, segala rezki itu datang dari Allah Taala, hendaklah manusia menginfakkan reski tadi sebahagian sebagai tanda syukur dan sebagai bukti keagungan Allah Taala.
Syaikh Sa’di menyatakan dalam tafsir beliau, bahwa ayat ini di dalamnya terdapat balasan atas nafkah-nafkah yang kita infakkan. Apa yang kita infakkan, Allah akan memberikan ganjarannya kepada kita, baik infak itu yang bersifat wajib atau yang bersifat sunnah atau yang kita nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kita berikan, Allah akan berikan balasan, tidak perlu mendapat balasan dari orang lain, kita hanya perlu mengharapkan balasan pahala dari Allah.
Bentuk infak yang bersifat wajib tadi adalah nafkah kepada istri kita, kepada anak kita dan kepada orang tua kita. Kita juga dianjurkan untuk menafkahi orang tua kita, membiayai hidupnya. Tetapi jika kondisi kita hidup pas-pasan, sementara orang tua kita mampu, maka kita tidak diharuskan untuk memberikan uang belanja kepada kedua orang tua kita, karena hal ini didasari dengan kelapangan kita.
Demikian juga dengan nazar. Apa itu Nazar? Nazar adalah : melazimkan sesuatu yang tidak ada kewajiban untuk melakukan, namun setelah kita ucapkan, maka menunaikan nazar tadi adalah wajib. Para ulama membagi nazar itu beberapa macam :
- Nazar ketaatan dalam rangka untuk mentaati Allah, contoh : “Demi Allah, besok saya akan berinfak.” Maka nazar ini diperbolehkan karena untuk mendekatkan diri kepada Allah.
- Nazar maksiat, nazar yang diniatkan untuk berbuat maksiat, seperti : bernazar utk berzina, bernazar untuk mencuri. Maka nazar seperti ini haram hukumnya.
- Nazar karena terkait dengan sesuatu, “Jika begini, maka saya akan begini.” Contoh pernyataan : “Kalau lai dapek di ambo akhwat tu, ambo akan bapuaso”, “Kalau sekiranya saya dapat pekerjaan, maka saya akan bersedekah.” Maka nazar seperti ini tidak disukai, beribadah itu kalau ada embel-embelnya, kalau dia tidak ada embel-embelnya dia tidak beribadah. Namun jika telah diungkapkan, maka dia wajib menunaikan nazarnya, jika dia melanggar maka dia wajib membayar denda kafarat.
- Nazar mubah, contoh : bernazar atas perkara-perkara yang mubah, Contoh : “Besok saya tidak akan makan ikan lagi”, “Wallahi, besok saya tidak akan makan durian lagi.”
- Nazar yang makruh, contoh : bernazar atas perkara-perkara yang tidak disukai.
Jadi apa yang kita lakukan dari nafkah, infak atau nazar, sesungguhnya Allah telah mengetahui. Syaikh Sa’di menjelaskan bahwasanya Allah mengetahui apa yang kita lakukan. Allah mengetahui apa yang tersembunyi darinya, apakah manusia itu ikhlas atau tidak.
Tafsir ayat 271 :
Ayat yang mulia ini menjelaskan tentang persoalan sedekah. Jika kamu menampakkan sedekah, maka hal itu baik dan diperbolehkan. Dan jika kamu menyembunyikannya, dan memberikan kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagi kamu.
Dalam ayat ini cara bersedekah ada 2 :
- Terang-terangan
Bersedekah dengan terang-terangan adalah diperbolehkan dan tidak ada celaan baginya apalagi untuk bisa memotivasi orang lain untuk turut bersedekah, asal tujuannya bukan untuk riya’, bukan untuk mengharapkan pujian dari manusia. - Sembunyi-sembunyi
Bersedekah dengan tersembunyi adalah lebih utama, menjadi sifat terpuji bagi orang yang bersedekah dengan cara disembunyikan, dan termasuk kepada 7 golongan yang akan mendapat naungan dari Allah dihari yang tidak ada naungan.
Akan tetapi, bisa juga dengan sembunyi itu muncul riya’, jatuh kepada ujub, kagum dengan diri sendiri, ini adalah penyakit hati yang sangat berbahaya. Kalau sombong, orang akan mengetahui dari sikapnya, pernyataannya. Kalau ujub hanya dia saja yang mngetahui.
Sementara itu, jika dengan menampakkan sedekah itu akan terjadi fitnah, maka sebaiknya tidak ditampakkan sedekah tersebut, maka menyembunyikannya lebih tepat.
Dalam ayat ini juga, Syaikh Sa’di menjelaskan bahwa balasan bagi orang-orang yang berinfak dan bernazar adalah bahwasanya Allah akan menghapuskan dosa-dosanya, yakni sebagai imbalan atas pahala sedekah-sedekahnya itu.
Tafsir ayat 272 :
Ayat yang mulia ini berbicara tentang hidayah. Hidayah yang dimaksud dalam ayat ini adalah hidayah taufik karena hidayah taufik adalah semata-mata urusan Allah. Hidayah itu terbagi kepada 2, yakni :
- Hidayah Bayan, yakni hidayah berupa pengetahuan, pemahaman namun belum mampu untuk mengamalkan apa yang telah dipahaminya tersebut.
- Hidayah Taufik adalah kemauan dan kemampuan manusia untuk mengamalkan apa yang telah dia pahami tadi.
Ada orang yang tahu dengan sunnah, namun baru sebatas tahu dan paham saja akan tetapi belum mampu mengamalkannya, maka dia baru mendapatkan hidayah bayan dan belum mendapatkan hidayah taufik, karena hidayah taufik itu semata-mata urusan Allah dan Allah akan memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Simak kajiannya di video berikut ini :
🎥 LIVE SURAU TVSelasa, 30 Juli 2019 M | 27 Dzul Qa'dah 1440 H, 19.00 WIB (Ba'da Maghrib) s.d SelesaiKajianTafsir bersama Buya Faisal Abdurrahman, Lc. MA dalam pembahasan Kitab Tafsir Taisir Karimirrahman As-Sa'diLangsung dari : Masjid Al-Hakim, Jl. Gajah Mada Gg. BPKP II, Kec. Nanggalo – Kota Padang📺 Saksikan hanya di Surau Tv, Satelit Palapa D, Frek : 4014, Symbol Rate : 7200, Polaritas : H
Posted by Surau TV on Tuesday, July 30, 2019