Moslemtoday.com : Ketika terjadinya invasi Irak ke Kuwait pada era 1990-an, Arab Saudi adalah satu-satunya negara Teluk yang tampil membela kedaulatan Kuwait dari invasi Irak. Irak saat itu menjadikan Kuwait sebagai salah satu wilayah provinsinya. Kuwait tidak mungkin mampu menghadapi invasi Irak tanpa bantuan dan dukungan dari Arab Saudi. Namun adalah sesuatu yang aneh saat ini ketika Kuwait malah balik menyerang Arab Saudi dengan kebijakannya.
Raja Fahd Arab Saudi Rahimahullahu bisa saja melakukan tindakan seperti yang dilakukan oleh Sheikh Hamad bin Khalifa, Penguasa Qatar saat itu. Setelah terjadinya invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990-an, Sheikh Hamad mencoba memeras kelima pemimpin GCC dalam pertemuan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) di Doha. Sheikh Hamad menolak untuk membahas pembebasan Kuwait kecuali jika GCC mengakui hak Qatar atas Pulau Hawar dan pulau-pulau Fasht al-Dibal dekat Bahrain.
Raja Fahd adalah orang pertama yang keluar dari ruangan pertemuan karena marah akan tindakan Qatar. Raja Fahd menilai ini merupakan tawar-menawar yang menghina kedaulatan sebuah negara. Invasi Saddam Hussein ke Kuwait merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Kuwait.
Arab Saudi melihat dukungannya kepada Kuwait sebagai loyalitas terhadap janji, penghormatan terhadap prinsip-prinsip GCC dan melindungi negara-negara anggota GCC dari kekacauan, tanpa peduli alasan atau motif di baliknya. Tentu saja, Riyadh akan menghadapi resiko besar untuk menghadapi Saddam.
Kuwait tidak mungkin mampu menghadapi invasi Irak tanpa bantuan dan dukungan dari Arab Saudi. Raja Fahd adalah tokoh sejarah karena dialah yang berani berhadapan langsung dengan Saddam yang telah menginvasi identitas dan bendera Kuwait, menghancurkan legitimasinya dan mengganti mata uangnya.
Raja Fahd sangat ingin mempertahankan kekuasaan keluarga Sabah dan negaranya karena ini adalah simbol kekuatan Kuwait. Raja Fahd menjadi tuan rumah keluarga Sabah di kota Taif, lokasi yang aman dari serangan Saddam dan operasi intelijen.
Raja Fahd memberikan izin kepada Pemerintah Kuwait untuk beroperasi sepenuhnya dari kota Taif untuk menghidupkan kembali simbol Kuwait dengan menerbitkan mata uang dinar Kuwait dan menerbitkan beberapa surat kabar dan membangun kembali kantor beritanya.
Pasukan militer Kuwait bertempur dari Pangkalan Udara Ali al-Salem melawan invasi Saddam, semuanya berkumpul di Arab Saudi. Raja Fahd juga mendukung perlawanan terhadap invasi tersebut.
Keputusan paling berisiko yang dilakukan Raja Fahd saat itu adalah meminta bantuan pasukan AS untuk menghadapi invasi Irak tersebut. Raja Fahd menyatakan siap bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Beberapa anggota keluarga kerajaan bertanya kepadanya apakah dia yakin akan keputusannya untuk melibatkan AS dalam pertempuran, dan apakah Kerajaan bisa mengeluarkan mereka kembali.
Saat tentara AS tiba di Arab Saudi dan persiapan perang sedang berlangsung, pendukung Saddam di Arab Saudi menyuarakan protes terhadap Kerajaan Arab Saudi. Dipimpin oleh Hasan al-Turabi dari Sudan dan Rashid al-Ghannoushi dari Tunisia, Ikhwanul Muslimin meluncurkan provokasi melawan kerajaan dan menuduh Raja Fahd telah murtad. Mereka menggunakan media dan merekam pernyataan mereka melalui kaset dan menyebarkan provokasi mereka.
Sekutu Saddam di Yaman, Ali Abdullah Saleh mengancam Arab Saudi yang mendorong Raja Fahd membekukan hubungan diplomatik dengan Yaman kala itu dan mendeportasi sekitar 2 juta orang Yaman.
Untuk pertama kalinya di Riyadh, Demonstrasi meletus melawan pemerintah Saudi dan para aktivis muda berbicara menentang pertempuran untuk membebaskan Kuwait dari invasi Irak. Mereka mengatakan bahwa tidak benar mempertahankan Kuwait yang tidak berlaku syariat Islam disana.
Orang-orang melakukan demontrasi di beberapa ibu kota Arab untuk melawan Arab Saudi. Banyak pemerintahan Arab mendukung Saddam kala itu. Bahkan selama sesi pertemuan Liga Arab di Kairo, hanya sebagian kecil dari 12 negara yang mendukung perjuangan Kuwait.
Raja Fahd mempertaruhkan stabilitas negaranya demi membela kedaulatan Kuwait karena peluang membebaskan Kuwait dari Invasi Irak sangat tipis dan kemungkinan perang akan berlangsung lama, seperti perang Iran. Arab Saudi bisa terjebak dalam perang yang berkepanjangan.
Raja Fahd bisa saja melakukan tindakan seperti yang dilakukan oleh Sheikh Hamad dari Qatar dan melakukan penawaran dengan Saddam dengan imbalan Kuwait. Tapi ternyata tidak, Raja Fahd adalah seorang pemimpin pemberani yang membuat keputusan historis untuk berdiri membela Kuwait dan kita semua bangga dengan keputusannya tersebut.
Namun hari ini, sangat mengejutkan ketika mendengar beberapa suara Kuwait yang mendukung Qatar daripada mengutuk tindakannya yang mengancam keamanan dan stabilitas kawasan Teluk dan GCC.
Memang, Kuwait memiliki hutang moral terhadap Arab Saudi, dan diharapkan untuk menghormati sebagian darinya. Jika kepentingan politik mendorongnya untuk mendukung Qatar, maka disarankan Kuwait untuk membuka mata mereka, berpikir kembali dan memikirkan kepentingan masa depan mereka.
Apa yang lebih penting tetap bersama-sama membangun persaudaraan GCC atau memilih janji Qatar yang penuh keganjilan? Kuwait harus memikirkan kembali. Kuwaitlah yang paling membutuhkan kesatuan dan stabilitas GCC. Saddam telah pergi dan penerusnya jauh lebih buruk dan lebih jahat. (DH/MTD)