Moslemtoday.com : Di Acara Indonesia Lawyer Club TV One dengan tema “Setelah Ahok Minta Maaf” Selasa 11 oktober 2016, Nusron Wahid tampil dengan suara lantang dan sangar seperti singa yang siap menerkam para musuh Ahok.
Nusron Wahid terlihat tanpa takut dan tanpa ampun menerkam dengan buas satu persatu musuh-musuh Ahok di acara ILC lewat argumen-argumennya yang mematikan.
Berikut ini Pidato dan Video Dokumentasi Pernyataan Nusron Wahid di acara ILC :
Assalamualaikum WR WB, Bapak Ibu sekalian yang kami hormati, umat Islam ini memang biasa ramai, ramainya umat islam itu selalu disebabnya oleh dua hal yaitu kalau gak salah faham , Fahamnya yang salah Selalu itu saja” ujar Nusron Wahid di acara ILC dengan tema “Setelah Ahok Minta Maaf” Selasa 11 oktober 2016.
“Saya ingin menegaskan disini, yang namanya text apapun itu bebas tafsir, bebas makna, yang namanya Alquran, yang paling sah untuk menafsirkan dan yang paling tahu tentang alquran itu sendiri adalah Allah Swt dan Rasulnya Muhammad SAW Dan Bukan Majelis Ulama Indonesia ( MUI) , Bukan Ahmad Dhani, Bukan Daniel Simanjuntak ” Tegas Nusron Wahid yang langsung disambut tepuk tangan
Di Akhir Pidatonya Nusron Wahid Mengatakan dengan suara lantang :
“Hentikan penggunaan Ayat-Ayat Untuk Politik, ayat Almaidah 51 tidak ada kaitannya dengan politik, ayat Almaidah multi tafsir, karena multi tafsir tidak usah dipakai justifikasi untuk menistakan orang , untuk melawan orang dan sebagainya , kita kembalikan cita-cita besar kita sebagai bangsa Indonesia , mendirikan negara ini susah , mempertahankan negara ini jauh lebih susah karena itu negara ini tidak boleh bubar hanya karena urusan urusan sepele seperti ini ” Tutup nusron wahid yang kemudian di sambut tepuk tangan hadirin ILC.
Video sangarnya pidato nusron wahid di acara ILC selengkapnya dapat ditonton berikut ini:
Nah, Meskipun dengan gaya Arogan mengklaim “Saya sampaikan ini dengan kebenaran”, ternyata pernyataan Nusron Wahid dalam 8 menit berbicara di ILC mengandung argumen-argumen yang rapuh dan mengandung banyak kesalahan fatal. Berikut ini 8 kesalahan argumentasi Nusron Wahid yang dilansir dari Tarbiyah.net sebagai berikut :
1. Umat Islam Biasa Salah Paham atau Pahamnya Salah
Di awal paparannya, Nusron Wahid mengatakan: “Umat Islam ini memang biasa ramai. Ramainya umat Islam selalu disebabkan oleh dua hal; kalau nggak salah paham ya pahamnya salah”
Benarkah umat Islam biasa ramai dalam konotasi negatif? Dan ramainya karena salah paham atau pahamnya salah? Seakan-akan umat Islam jarang benar.
Mari kembali membaca sejarah. Sejak zaman Rasulullah, umat Islam membalikkan kondisi zaman dari zaman jahiliyah menuju peradaban yang gemilang. Ketika Eropa masih mengalami masa kegelapan (dark age), umat Islam telah mencapai kemajuan dan kejayaan; mulai dari perekonomian hingga sains.
Di Indonesia, Islam masuk dan menyebar dengan cepat melalui dakwah damai Wali Songo. Bukan dibawa oleh penjajah dan tanpa kekerasan. Lalu ketika ada penjajahan, dengan diiringi takbir, umat Islam-lah yang mengusir penjajah.
Hingga saat ini, kaum minoritas juga terlindungi oleh umat Islam di Indonesia. Berbeda jauh dengan negeri-negeri yang ketika umat Islam minoritas, lalu terzalimi seperti di Rohingya.
2. Teks apa pun bebas tafsir
Selanjutnya Nusron Wahid mengatakan: “Saya ingin menegaskan di sini, yang namanya teks apapun itu bebas tafsir. Bebas makna. Yang namanya Al Quran yang paling sah untuk menafsirkan, yang paling tahu tentang Al Quran itu sendiri adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Bukan Majelis Ulama Indonesia.”
Teks apa pun bebas tafsir? Lalu yang dimaksud adalah, Al Quran bebas tafsir sehingga siapa pun bebas menafsirkannya karena yang paling tahu tentang Al Quran adalah Allah dan RasulNya?
Justru karena yang paling tahu tentang Al Quran adalah Allah dan RasulNya, maka Al Quran tidak bebas tafsir dan tidak bebas makna. Tetapi tafsirnya harus sesuai dengan firman Allah (Al Quran) dan sabda Rasulullah (hadits). Dan yang paling tahu tentang Al Quran dan hadits adalah para ulama. Bukan sembarang orang. Dan karenanya ada syarat yang berat bagi seseorang (ulama) yang ingin menjadi mufassir Al Quran.
Tidak lantas dengan alasan bebas tafsir siapapun boleh menafsirkan lalu tidak ada benar dan salah. Sampai-sampai Ibnu Katsir mencantumkan hadits ini di muqaddimah tafsirnya:
Dalam hadits disebutkan,
“Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka” (HR. Tirmidzi)
3. MUI harus tabayun dengan memanggil Ahok
Nusron Wahid dengan melotot menyebut MUI harusnya tabayun dengan memanggil Ahok sebelum mengeluarkan sikap resmi.
Benarkah setiap non muslim yang melecehkan Islam harus ditanya apa maksud sesungguhnya ketika dia mengucapkan kata-kata itu? Ternyata tidak. Ketika Abu Lahab melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepada Rasulullah, Allah tidak memerintahkan Rasulullah memanggilnya untuk tabayun. Namun Allah langsung menurunkan surat Al Lahab.
Ketika orang-orang Yahudi di Madinah berkhianat, mereka juga tidak dipanggil oleh Rasulullah untuk ditanya apakah maksud mereka berkhianat. Karena tentu mereka akan mengelak.
4. Yalunahum yalunahum yalunahum yalunahum
Nusron Wahid mengatakan: “Untuk membuktikan apa yang saya sampaikan, saya ingin mengutip sebuah hadits Nabi. Nabi pernah mengatakan, khairul quruuni qarni tsummal ladziina yaluunahum tsummal ladziina yaluunahum tsummal ladziina yaluunahum yalunahum yalunahum yalunahum.”
Nusron Wahid mengatakan itu dengan maksud menunjukkan bahwa di zaman khalifah Abbasiyah ada gubernur non muslim dan ia mengklaim zaman itu zaman terbaik.
Adakah hadits seperti yang disebutkan Nusron Wahid itu? Yang adalah “khairul quruuni qarni tsummal ladziina yaluunahum tsummal ladziina yaluunahum” menunjukkan bahwa sebaik-baik masa adalah masa Rasulullah (sahabat), kemudian masa tabi’in dan kemudian masa tabi’ut tabi’in.
5. Gubernur non muslim pada masa Abbasiyah
Nusron Wahid menceritakan bahwa pada masa Abbasiyah, Khalifah ke-16 Al Mu’tadid Billah menunjuk non muslim (Kristen) bernama Umar bin Yusuf menjadi Gubernur di Irak. Dengan contoh ini, Nusron ingin menunjukkan bahwa boleh memilih gubernur non muslim.
“Apakah di waktu itu tidak ada Surat Al Maidah 51? Apakah pada masa itu tidak ada ulama-ulama yang menafsirkan Al Maidah? Mohon maaf, apakah ulama-ulama yang pada masa itu, kalah shalih kalah alim dengan ulama-ulama hari ini?” kata Nusron sambil melotot.
Mestinya, jika Nusron Wahid konsisten dengan hadits yang ia kutip (khairul quruuni qarni tsummal ladziina yaluunahum tsummal ladziina yaluunahum), cukuplah itu menjadi jawaban. Bukankah Umar bin Khattab pernah menyuruh Abu Musa Al Asy’ari memecat sekretarisnya karena ia Nasrani lalu Umar membaca Surat Al Maidah ayat 51? Lalu kisah pemecatan ini diabadikan Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Mana yang lebih baik, masa Umar yang merupakan masa sahabat atau masa daulah Abbasiyah? Jika Nusron Wahid konsisten, jawaban atas pertanyaan ini akan membuatnya malu untuk berteriak-teriak di depan ulama.
6. Syariat Islam dihormati dalam ranah privat
Apakah pernyataan bahwa syariat Islam harus dihormati dalam ranah privat bukan merupakan bagian dari propaganda sekulerisme? Bukankah dalam ranah publik pun syariat Islam juga harus dihormati?
Kalaupun benar syariat Islam harus dihormati (hanya) dalam ranah privat, mengapa Nusron Wahid mempersoalkan orang yang tidak memilih Ahok dengan alasan Surat Al Maidah ayat 51? Bukankah itu privasi orang tersebut?
7. Ayat Al Maidah tidak ada kaitannya dengan politik
Nusron Wahid mengatakan, “Ayat Al Maidah (51) tidak ada kaitannya dengan politik”
Apakah Islam tidak mengajarkan politik? sungguh ini pemikiran yang keliru, bahkan dalam syariat Islam ada bab khusus pembahasan “Siyasah Syar’iyyah” atau yang dikenal dengan “Politik Islam”.
8. Al Maidah 51 multi tafsir
Nusron Wahid mengatakan, “Al Maidah 51 multi tafsir”
Cobalah buka tafsir-tafsir yang menjadi rujukan umat Islam? Mulai dari Ibnu Katsir, Ath Thabari, Al Maraghi, hingga Fi Zhilalil Quran dan Tafsir Al Azhar. Di manakah letak multi tafsirnya?
Sumber : Tarbiyah.net | Video Dokumentasi : tvONeNews

Klik : WA Grup & Telegram Channel