Moslemtoday.com : Rusia memveto draf resolusi Dewan Keamanan PBB berisi kecaman terhadap dugaan serangan senjata kimia di Suriah serta desakan agar Damaskus bekerja sama dengan penyelidik.
Wakil Duta Besar Rusia, Vladimir Safronkov, berkilah bahwa draf resolusi yang diajukan Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis itu sudah gagal sejak awal.
“Hasilnya sudah ditentukan sebelumnya karena kami telah secara konsisten mengutarakan ketidaksetujuan dengan isi dokumen tersebut,” ujarnya.
Rusia telah mendesak penyelidikan internasional digelar secara independen sekaligus mempertanyakan mengapa negara-negara Barat bisa cepat menyebut pemerintah Suriah dan Presiden Bashar al-Assad sebagai pihak yang bertanggung jawab atas insiden dugaan serangan senjata kimia.
Sebelumnya, Presiden Rusia, Vladimir Putin, menolak tudingan bahwa pemerintah Suriah berada di balik dugaan seragan senjata kimia. Putin mengklaim Suriah telah menyerahkan semua pasokan senjata kimianya.
Secara keseluruhan, Rusia—sebagai salah satu dari lima anggota permanen Dewan Keamanan PBB—telah mengeluarkan delapan veto yang menggagalkan draf resolusi DK PBB terkait Suriah.
Selain Rusia, negara lain yang menolak adalah Bolivia. Adapun Cina, Ethiopia, Kazakhstan bersikap abstain. Sebanyak 10 negara anggota DK PBB lainnya mendukung draf resolusi tersebut.
Melalui draf resolusi itu, AS, Inggris, dan Prancis berniat meminta pemerintah Suriah mematuji rekomendasi tim pencari fakta Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) serta mekanisme tim gabungan OPCW-PBB.
Pada Februari lalu, Rusia dan Cina memveto sanksi terhadap sejumlah individu dan entitas yang diduga terlibat dalam penggunaan senjata kimia sebagaimana ditentukan investigasi tim gabungan OPCW-PBB.
Tuai kecaman
Sikap Rusia yang menolak draf resolusi terkait Suriah menuai kecaman dari sejumlah negara.
“Anda mengisolasi diri Anda dari komunitas internasional setiap kali pesawat Assad menjatuhkan bom terhadap warga sipil dan setiap kali Assad berupaya membuat komunitas lainnya mati kelaparan,” kata Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley.
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, menilai Rusia berada pada sisi yang salah dalam perdebatan soal Suriah, sedangkan Presiden Prancis, Francois Hollande, menuding Rusia “memikul tanggung jawab besar” lantaran terus-menerus melindungi Bashar al-Assad serta memblokir respons internasional.
Draf resolusi DK PBB diajukan AS, Inggris, dan Prancis setelah sejumlah orang dewasa dan anak-anak di Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib, pada Selasa (04/04), meninggal dunia setelah mengalami sesak nafas dan mengeluarkan busa dari mulut.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap korban yang dirawat di dalam wilayah Turki, Menteri Kehakiman Bekir Bozdag mengatakan hasil autopsi mengukuhkan bahwa senjata kimia memang digunakan dalam serangan itu.
Menurut kelompok pemantau yang berkantor di Inggris Syrian Observatory for Human Rights, 20 anak-anak dan 52 orang dewasa meninggal dunia dalam serangan yang diduga melibatkan gas beracun.
Menanggapi insiden itu, militer AS melesatkan 59 rudal Tomahawk dari kapal USS Porter dan USS Ross di Laut Mediterania dengan target pesawat, hanggar, area penyimpanan, ruang pasokan amunisi di bawah tanah, sistem pertahanan udara, serta radar di Pangkalan Udara Shayrat, Provinsi Homs.