Moslemtoday.com : Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) resmi berlaku hari ini, Senin, 28 November 2016. Di dalam UU ITE itu dijelaskan bahwa masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian.
Salah satu poin terpenting dalam revisi itu adalah tentang kewenangan pemerintah yang memiliki kuasa untuk memblokir atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik untuk memutus akses terhadap informasi elektronik yang melanggar hukum, termasuk akun media sosial yang menyebarkan konten negatif.
Sebagaimana dikutip dari Republika, Staf Ahli Menkominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa Henry Subiakto menyatakan, mulai Senin (28/11), pemerintah diperbolehkan memblok akun media sosial yang dianggap melanggar undang-undang. Hal tersebut tertuang dalam UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE yang baru direvisi.
Dalam UU ITE yang baru ini, Ada empat perubahan dalam UU ITE seperti yang dikutip dari KOMPAS, sebagai berikut :
Pertama, adanya penambahan pasal hak untuk dilupakan, yakni pasal 26. Pasal itu menjelaskan seseorang boleh mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu yang sudah selesai, namun diangkat kembali. Salah satunya seorang tersangka yang terbukti tidak bersalah di pengadilan, maka dia berhak mengajukan ke pengadilan agar pemberitaan tersangka dirinya agar dihapus.
Kedua, yakni durasi hukuman penjara terkait pencemaran nama baik, penghinaan dan sebagainya dikurangi menjadi di bawah lima tahun. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh ditahan karena hanya disangka melakukan tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya penjara di bawah lima tahun.
Ketiga, tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di pengadilan. UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi) tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.
Terakhir, yakni penambahan ayat baru dalam Pasal 40.
Pada ayat tersebut, pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi yang melanggar undang-undang. Informasi yang dimaksud terkait pornografi, SARA, terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya.
Jika situs yang menyediakan informasi melanggar undang-undang merupakan perusahaan media, maka akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers. Namun, bila situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan media (nonpers), pemerintah bisa langsung memblokirnya. (DH)

Klik : WA Grup & Telegram Channel
