Moslemtoday.com : Pada awal Januari 2018, Iran menghadapi aksi gelombang protes menentang rezim teokrasi Khamenei. Aksi protes ini merupakan gelombang massa terbesar setelah aksi Gerakan Hijau di tahun 2009.
Meskipun mengguncang Iran selama 2 pekan, namun aksi demonstrasi ini tidak menghasilkan perubahan politik besar. Karena tanpa adanya pemimpin aksi dan tanpa tujuan politik yang jelas, para pemrotes tidak dapat membuat momentum bersejarah di Iran. Aksi mereka tidak mendapat dukungan dari para elit politik, bahkan pihak oposisi Iran tidak mendukung mereka dalam aksi demonstrasi tersebut.
Pasukan keaman yang didukung Garda Revolusi Iran (IRGC) melakukan tugasnya memberangus aksi demonstrasi dengan tembakan gas air mata dan menangkap para pemrotes anarkis. Para pemrotes tidak mungkin untuk memenangkan pertempuran dengan pasukan keamanan selama pemimpin garis keras rezim Khamenei masih kuat di Iran.
Namun, mungkin akan ada peluang kesempatan untuk perubahan dari atas. Salah satu penghalang terbesar untuk perubahan dan reformasi politik di Iran adalah Pengaruh Kekuasaan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei saat ini, yang telah berdiri di atas kekuasaannya dan mempromosikan politik konservatif.
Tapi Ayatollah Ali Khamenei saat ini telah berusia 78 tahun, dan menurut banyak laporan mengungkapkan bahwa kondisi kesehatannya telah memburuk. Lalu apa yang terjadi disaat Khamenei meninggal?
Siapa yang akan memilih pemimpin berikutnya?
Jika Khamenei meninggal atau tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya, Dewan Tertinggi yang beranggotan tiga orang akan mengambil alih fungsinya. Dewan tersebut terdiri dari : Presiden Iran, Kepala Pengadilan dan seorang teolog Dewan Wali, sebuah badan konservatif yang bertanggung jawab untuk menafsirkan konstitusi Iran.
Mereka akan memiliki kekuatan sebagai Pmimpin Tertinggi sampai Majelis Ahli, sebuah badan yang terdiri atas 88 Ulama Syi’ah tingkat atas memilih “Ayatollah” berikutnya.
Anggota Majelis Ahli ini dipilih oleh rakyat Iran selama delapan tahun, setelah melewati seleksi dan persetujuan Dewan Wali. Bagaimana dan siapa ahli dari majelis yang akan memilih pemimpin tertinggi berikutnya akan bergantung pada banyak faktor. Salah satunya adalah susunan ideologis anggota majelis.
Pemilihan terakhir untuk majelis berlangsung pada 2016. Beberapa diinterpretasikan sebagai kemenangan bagi orang-orang moderat, yang mengklaim bahwa mereka memenangkan 59 persen kursi.
Tetapi beberapa juga melihatnya sebagai kemenangan bagi kaum garis keras, karena majelis memilih seorang pemimpin garis keras yang paling menonjol, Ayatollah Ahmad Janati, sebagai ketua dengan 51 suara.
Majelis Ahli ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama: pragmatis, garis keras, dan independen.
Kelompok independen adalah yang paling penting karena politik lobi mereka bisa mengubah hasil. Selain itu, berbagai elit politik akan mempengaruhi keputusan majelis, termasuk : Garda Revolusi Iran (IRGC), Kantor Ayatollah Khamenei (Bit-e Rahbari), berbagai pejabat tinggi dan pemerintah.
Kesempatan untuk berubah
Ayatollah Khamenei telah menyebutkan bahwa penggantinya harus seorang revolusioner dan memiliki ideologis yang sama dengan dirinya. Khamenei telah meminta anggota Majelis Pakar untuk tidak “malu-malu” mencari penggantinya.
Namun, presiden Iran saat ini, Hassan Rouhani, yang juga seorang yang berpengaruh di Iran dan dianggap seorang pragmatis dan moderat, juga memiliki kesempatan untuk terpilih sebagai pemimpin tertinggi berikutnya. Kemungkinan ini bahkan lebih tinggi lagi jika Khamenei meninggalkan kantor atau meninggal dunia, sementara Rouhani masih menjadi presiden (masa jabatannya berakhir pada 2020).
Sebagai salah satu anggota Majelis Pakar, Presiden Rouhani memiliki lebih banyak kekuatan untuk melobi dan mempengaruhi proses seleksi. Rouhani adalah orang paling berkuasa di antara anggota dewan saat ini. Sebagai presiden, dia dapat memilih dan memaksa yang lain dan latar belakang birokratis, keamanan dan ulama dapat membantunya membentuk aliansi dengan kelompok dan blok kekuatan yang berbeda.
Rouhani juga merupakan sosok yang paling berpengalaman dan berpengaruh di arena internasional dan lebih moderat dibandingkan dengan anggota majelis lainnya. Sebagai seorang pragmatis, dia mendapat dukungan dari teknokrat dan birokrasi Iran. Dia juga mendapat dukungan dari para pemimpin lokal.
Meskipun komandan IRGC berasal dari kelompok garis keras yang seideologis dengan Khamenei, IRGC sendiri bukanlah entitas monolitik. Ada sejumlah pragmatis dalam posisi tinggi di dalam korps, termasuk Laksamana Muda Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.
Rouhani sendiri memiliki pengalaman luas di aparat militer dan keamanan Iran. Rouhani dulu adalah wakil komandan gabungan IRGC, anggota Dewan Pertahanan Tertinggi dan wakil komandan perang pada tahun 1980an. Rouhani juga penasihat keamanan nasional di bawah Presiden Akbar Hashemi Rafsanjani dan Mohammed Khatami.
Meskipun rakyat Iran ingin melihat transisi dari teokrasi ke negara demokratis, mereka tahu bahwa Rouhani tidak akan mendorong perubahan radikal tersebut, mereka masih akan lebih memilih untuk melihat Rouhani menjadi pemimpin tertinggi daripada seorang garis keras.
Jika Rouhani benar-benar berhasil mencapai posisi pemimpin tertinggi, kelompok garis keras akan dikesampingkan dan teknokrat dan pemimpin Muslim apolitis akan diberdayakan.
Rouhani telah mengadopsi model pengembangan Rafsanjani untuk Iran. Rouhani melihat negara ini menjadi “versi Islam” dengan militer dan ekonomi yang kuat. Rouhani ingin Iran menjadi negara yang beroperasi secara independen dari Barat namun memiliki hubungan yang baik dengannya.
Jika Rouhani berminat pada posisi “Ayatollah”, dia tidak akan membawa liberalisasi politik yang radikal. Namun, dia akan memperbaiki ekonomi Iran dan memperluas kebebasan sipil untuk masyarakat umum. Rouhani sebagai pemimpin tertinggi juga memiliki kekuatan untuk memerintah di aparat keamanan dan mengekang kebrutalannya.
Kebijakan ini, yang akan membawa Iran menuju normalisasi dan liberalisasi sosial ekonomi akan disambut oleh orang-orang Iran yang tidak ingin melihat intervensi asing atau revolusi lainnya.
Tawaran Rouhani untuk posisi pemimpin tertinggi ditempa dengan tantangan. Tidak seperti Khamenei, yang tidak memiliki saingan kuat pada tahun 1989, Rouhani memiliki banyak penantang dan kemungkinan akan menghadapi perlawanan sengit. Jika dia menang, bagaimanapun, Iran kemungkinan akan mengalami transformasi besar. (DH/MTD)
Sumber : Al Jazeera | Redaktur : Hermanto Deli
Copyright © 1439 Hjr. (2018) – Moslemtoday.com