Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan sejak pemberlakuan pajak kripto pada 1 Mei 2022 negara telah mengantongi Rp 48,19 miliar hingga Juni 2022.
Sri Mulyani merinci, realisasi penerimaan pajak kripto yang sebesar Rp 48,19 miliar terdiri dari Rp 23,08 miliar berasal dari PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui PPMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri.
Serta pajak kripto juga berasal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri atas pemungutan oleh non bendaharawan Rp 25,11 miliar.
“Kita mendapatkan Rp23,01 miliar untuk PPh Pasal 22 dan PPN dalam negerinya Rp25,11 miliar,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers, Rabu (27/7/2022).
Untuk diketahui, pajak atas transaksi aset kripto, baik PPh maupun PPN, mulai dipungut sejak 1 Mei 2022 seiring dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022.
PPh yang dipungut atas transaksi aset kripto adalah PPh Pasal 22 yang bersifat final. Bila perdagangan aset kripto dilakukan melalui exchanger yang terdaftar Bappebti, PPh Pasal 22 final yang dikenakan adalah sebesar 0,1%.
Kemudian, apabila perdagangan dilakukan melalui exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti, tarif PPh Pasal 22 final yang berlaku atas transaksi tersebut adalah sebesar 0,2%.
Adapun penyerahan aset kripto melalui exchanger yang terdaftar Bappebti dikenai PPN sebesar 1% dari tarif umum atau sebesar 0,11%. Serta, apabila penyerahan dilakukan melalui exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti, tarif PPN naik 2 kali lipat menjadi sebesar 0,22%.
Sumber : CNBC Indonesia