Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ads

Menkeu Purbaya: SBY Tidur Ekonomi Tumbuh 6%, tapi Jokowi Bangun Hanya Tumbuh 5%

Jakarta — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti perbedaan karakter pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menilai, meskipun pemerintahan SBY dinilai lebih santai dalam mendorong pembangunan, pertumbuhan ekonomi justru lebih tinggi dibanding era Jokowi yang gencar membangun infrastruktur.

Dalam acara “1 Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran” di JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10), Purbaya mengatakan bahwa pada masa pemerintahan SBY, sektor swasta menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, pada era Jokowi, laju ekonomi lebih banyak digerakkan oleh belanja pemerintah.

“Zamannya Pak SBY, private sector yang hidup. Government santai-santai saja. Tapi Anda lihat, GDP-nya bisa tumbuh 6 persen,” ujar Purbaya.
“Saya kasih tahu ke Pak Jokowi waktu itu, ‘Kenapa Pak SBY tidur saja pertumbuhannya 6? Tapi Bapak bangun infrastruktur di mana-mana, pertumbuhannya cuma 5?’” lanjutnya.

Menurut Purbaya, perbedaan utama antara dua era tersebut terletak pada keseimbangan mesin penggerak ekonomi. Ia menilai, ketika sektor swasta dan pemerintah dapat tumbuh secara bersamaan, pertumbuhan ekonomi nasional berpotensi menembus angka di atas 6 persen.

“Zamannya Pak Jokowi, sektor privat hampir tidak tumbuh, dicekik, sementara government sector-nya berjalan. Jadi selama 20 tahun terakhir, ekonomi kita mesinnya pincang,” jelasnya.
“Kalau dua-duanya tumbuh, 6 persen lebih itu gampang. Tapi saya dibilang sombong. Sistem ekonomi itu lambat berubah, bisa dua generasi,” tambah Purbaya.

Lebih lanjut, ia juga menyinggung kondisi ekonomi terkini yang dinilainya tengah melambat akibat tekanan terhadap sektor riil. Menurutnya, pada periode April hingga Agustus 2025, kinerja sektor riil kembali mencatatkan pertumbuhan negatif, yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

“Bulan April sampai Agustus 2025, sektor riil berkinerja negatif lagi. Rakyat langsung merasakan karena ekonomi susah, makanya turun ke jalan,” ungkapnya.

Purbaya menilai, gelombang aksi unjuk rasa yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir bukan semata disebabkan oleh faktor politik, melainkan juga mencerminkan tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat.

“Itu bukan protes karena politik kacau, tapi karena ekonomi mereka susah. Kalau cepat diperbaiki, demo itu tidak akan berlarut,” tutupnya.

Dengan demikian, Purbaya menegaskan pentingnya memperkuat kembali sektor swasta agar dapat berjalan beriringan dengan belanja pemerintah, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih seimbang dan berkelanjutan.

Baca Juga

Top Post Ad

Below Post Ad

Mari bergabung bersama WA Grup dan Channel Telegram Moslemtoday.com, Klik : WA Grup & Telegram Channel

Bottom Post Ads

Copyright © 2024 - Moslemtoday.com | All Right Reserved