Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) terkait dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada Selasa (16/12/2025) dan merupakan pemeriksaan kedua Yaqut dalam tahap penyidikan kasus ini.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan pemeriksaan kali ini bertujuan melengkapi keterangan penyidik, termasuk temuan yang diperoleh saat tim KPK melakukan lawatan ke Arab Saudi. Dalam kunjungan tersebut, penyidik telah memeriksa dan meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait penyelenggaraan ibadah haji.
“Penyidik juga telah melakukan pemeriksaan dan permintaan keterangan kepada sejumlah pihak juga ketika melakukan lawatan ke Arab Saudi, sehingga penjadwalan untuk pemeriksaan hari ini akan melengkapi keterangan-keterangan tersebut,” ujar Budi kepada wartawan.
Menurut Budi, salah satu fokus pendalaman penyidik adalah memastikan apakah fasilitas yang seharusnya diterima oleh jemaah haji benar-benar tersedia dan sesuai dengan ketentuan. Namun, KPK belum membeberkan materi pemeriksaan secara rinci dan akan menyampaikan perkembangan lebih lanjut setelah pemeriksaan selesai.
“Terkait dengan materi pemeriksaan nanti kami akan update pasca-dilakukan pemeriksaan,” tuturnya.
Yaqut Cholil Qoumas tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 11.43 WIB. Ia tidak banyak memberikan komentar kepada awak media dan langsung menuju ruang pemeriksaan pada pukul 11.46 WIB.
Kasus dugaan korupsi yang diusut KPK berkaitan dengan pembagian tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu jemaah untuk tahun 2024, saat Yaqut masih menjabat sebagai Menteri Agama. Tambahan kuota tersebut diperoleh Indonesia setelah Presiden Joko Widodo melakukan lobi dengan otoritas Arab Saudi.
Tambahan kuota itu sejatinya ditujukan untuk mengurangi masa tunggu jemaah haji reguler yang di sejumlah daerah dapat mencapai lebih dari 20 tahun. Sebelum adanya tambahan, kuota haji Indonesia pada 2024 berjumlah 221 ribu jemaah, yang kemudian meningkat menjadi 241 ribu jemaah.
Namun, kebijakan pembagian kuota tambahan menuai sorotan karena dibagi rata, masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Padahal, Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen dari total kuota nasional.
Akibat kebijakan tersebut, pada tahun 2024 Indonesia menggunakan kuota 213.320 jemaah haji reguler dan 27.680 jemaah haji khusus. KPK menilai kebijakan ini berdampak pada sekitar 8.400 jemaah haji reguler yang telah mengantre lebih dari 14 tahun dan seharusnya dapat berangkat setelah adanya kuota tambahan, namun justru gagal berangkat.
KPK menyebut terdapat dugaan awal kerugian negara yang mencapai sekitar Rp1 triliun dalam perkara ini. Dalam proses penyidikan, KPK juga telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset, termasuk rumah, mobil, serta uang dalam mata uang dolar yang diduga terkait dengan kasus tersebut. *






