Banda Aceh – Pemerintah Aceh kembali menegaskan klaim atas empat pulau yang kini masuk ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara (Sumut), dengan mengacu pada dokumen peta kesepakatan bersama yang ditandatangani pada tahun 1992. Kesepakatan tersebut merupakan hasil pertemuan antara Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumut, Raja Inal Siregar, serta disaksikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri kala itu, Rudini, pada 22 April 1992.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, menyatakan bahwa dokumen kesepakatan tersebut menjadi bukti kuat yang masih dipegang teguh oleh Pemerintah Aceh dalam memperjuangkan hak wilayahnya. Ia menegaskan bahwa dalam berbagai pertemuan yang difasilitasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun Kemenko Polhukam, kesepakatan 1992 selalu menjadi dasar utama dalam penegasan batas laut dan kepemilikan empat pulau tersebut.
"Kesepakatan itu tidak hanya menyangkut batas darat, tapi juga batas laut, mulai dari ujung Simanuk-manuk di Aceh Singkil yang mengarah ke perairan Tapanuli Tengah, mencakup empat pulau yang kami anggap sah sebagai bagian dari Aceh," ujar Syakir kepada awak media, Jumat (13/6/2025).
Lebih lanjut, Syakir menyebut bahwa setelah kesepakatan 1992, juga telah dilakukan pertemuan antara tim penegasan batas wilayah dari kedua provinsi. Dalam rapat tersebut, disepakati pula titik acuan di Pulau Panjang pada tahun 2002, yang memperkuat proses legalitas batas laut.
"Artinya, dari sisi prosedur penegasan batas, tahapan-tahapan sudah berjalan sesuai aturan. Dimulai dari kesepakatan antarpemerintah daerah, hingga kesepakatan teknis titik acuan di lapangan," tuturnya.
Pemerintah Aceh, kata Syakir, telah secara aktif mendorong penyelesaian persoalan ini kepada Kemendagri melalui serangkaian surat resmi sejak tahun 2018 hingga 2022. Tujuannya adalah agar diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang menetapkan batas laut secara formal, termasuk pengakuan atas empat pulau tersebut sebagai bagian dari Aceh.
"Masalah ini seharusnya tidak lagi menjadi perdebatan, karena bukti-bukti hukum dan administratif telah tersedia. Sekarang tinggal menunggu penetapan formal dari pemerintah pusat," tandasnya.
Persoalan ini mencuat kembali setelah sejumlah tokoh Aceh, termasuk Muzakir Manaf, menyuarakan bahwa keempat pulau tersebut adalah hak masyarakat Aceh yang wajib dipertahankan. Pemerintah Aceh pun berkomitmen untuk terus memperjuangkan penyelesaian batas wilayah secara adil dan sesuai dokumen yang telah disepakati bersama. (DL/GPT)