Jakarta, 1 September 2025 — Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah menegaskan lima anggota DPR yang dinonaktifkan oleh partainya tetap menerima gaji penuh sebagai anggota dewan. Said menyebut, dalam aturan perundang-undangan maupun tata tertib DPR, tidak ada istilah “nonaktif” bagi anggota parlemen.
Said menjelaskan, status keanggotaan DPR hanya mengenal mekanisme pemberhentian atau pergantian antarwaktu (PAW). Dengan demikian, meski dinonaktifkan oleh fraksinya, kelima anggota DPR tetap berhak atas hak keuangan mereka.
“Kalau dari sisi aspek itu ya terima gaji. Baik Tatib maupun Undang-undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif. Namun, saya menghormati keputusan yang diambil oleh partai masing-masing,” ujar Said di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (1/9).
Said enggan berkomentar lebih jauh terkait langkah politik sejumlah partai yang menjatuhkan sanksi nonaktif terhadap kadernya di DPR. Ia menilai, keputusan itu sepenuhnya menjadi domain partai politik. “Pertanyaan sebaiknya dikembalikan kepada Golkar, PAN, dan NasDem,” tambahnya.
Adapun lima anggota DPR yang dimaksud ialah Adies Kadir (Golkar), Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (NasDem), serta Eko Patrio dan Uya Kuya (PAN). Mereka dinonaktifkan oleh fraksi masing-masing setelah menuai kontroversi di publik.
Kontroversi itu di antaranya pernyataan Sahroni yang menyebut orang yang ingin membubarkan DPR sebagai “tolol”, sikap Adies Kadir dan Nafa Urbach yang membela tunjangan rumah anggota DPR, serta aksi joget Eko Patrio dan Uya Kuya yang dinilai tidak berempati pada kondisi masyarakat.
Sejumlah pakar sebelumnya juga menilai bahwa istilah “nonaktif” di DPR tidak memiliki dasar hukum. Sanksi tersebut dipandang sebagai langkah internal partai, tanpa mengurangi hak dan kewajiban anggota DPR sesuai ketentuan undang-undang.