Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui pertimbangan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong. Dengan adanya keputusan ini, seluruh proses hukum terhadap Tom Lembong secara resmi dihentikan.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas usai rapat konsultasi antara DPR RI dan pemerintah di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/7/2025). Supratman menjelaskan bahwa abolisi memiliki konsekuensi hukum berupa penghentian seluruh proses hukum yang sedang berlangsung terhadap individu yang bersangkutan.
“Dengan demikian, konsekuensinya, kalau yang namanya abolisi, maka seluruh proses hukum yang sedang berjalan itu dihentikan. Ya, dihentikan,” ujar Supratman.
Selanjutnya, Presiden Prabowo akan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) sebagai tindak lanjut dari persetujuan DPR. Keppres tersebut menjadi dasar hukum resmi penghentian proses hukum terhadap Tom Lembong.
“Kalau kemudian nanti Presiden dengan atas dasar pertimbangan dari DPR itu kemudian menerbitkan keputusan Presiden, ya itu yang akan menjadi dasar,” tambahnya.
Supratman juga menyampaikan bahwa seluruh fraksi di DPR telah menyetujui pemberian pertimbangan kepada Presiden. Ia mengimbau masyarakat untuk menunggu penerbitan Keppres tersebut.
“Dan kita bersyukur malam ini karena pertimbangan DPR-nya sudah disepakati oleh fraksi-fraksi. Kita tunggu selanjutnya nanti keputusan Presiden yang akan terbit,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa rapat konsultasi antara DPR dan pemerintah telah selesai dilaksanakan. Hasilnya, DPR memberikan persetujuan atas surat Presiden mengenai pemberian abolisi dan amnesti.
“Dan tadi kami telah mengadakan rapat konsultasi. Dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan,” ujar Dasco.
Selain pemberian abolisi kepada Tom Lembong, persetujuan DPR juga mencakup permintaan amnesti terhadap 1.116 narapidana, termasuk tokoh politik Hasto Kristiyanto. Proses ini menjadi bagian dari kewenangan konstitusional Presiden dalam memberikan abolisi dan amnesti, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. (DL/GPT)